Makna Natal di pesta Pembaptisan Tuhan – St Yohanes Pembaptis Perawang

Sabtu, 12 Januari 2013 di Stasi St Yohanes Pembaptis Perawang, diadakan Misa Natal khusus OMK, di hari Pesta Pembaptisan Tuhan. Misa dipersembahkan oleh Pastor Franco. Dalam pembukaan, pastor menyampaikan bahwa hari ini adalah hari dimana segala pesta dan perayaan Natal diakhiri, namun secara khusus kita mendukung kerja, usaha dan semangat OMK di stasi ini.

DSC_0151

Dalam Misa ini – yang seluruh petugasnya adalah OMK – disajikan fragmen kelahiran Yesus  mulai dari Maria mendapat kabar dari malaikat sampai dengan kelahiran Yesus.

DSC_0183Homili dipersembahkan oleh Frater Eko, yang dibuka dengan pertanyaan,

  • ”Apa Kabar???”
  • “Baik…”
  • “Apa itu baik?” sambung Frater.
  • Tidak ada yang menjawab.

B-A-I-K, disampaikan frater, adalah kepanjangan dari Bahagia Aku Ikut Kristus. Maka jika ada yang tidak bahagia sebagai pengikut Kristus di gereja ini, sebaiknya pulang saja, demikian sambung frater dengan gurau, namun benar-benar memiliki makna yang tidak bergurau.

Frater mulai mengisahkan sebuah cerita mengenai suatu desa yang mana penduduknya selalu bertengkar, tidak ada kerukunan. Sangking seringnya bertengkar, mereka tidak mengenal lagi saudara mereka, yang mereka kenal hanya babi mereka, sapi mereka, anak mereka, bahkan pada suami/istri mereka sendiri juga selalu bertengkar.

 Suatu hari ada seorang asing datang dengan membawa batu hitam, dan selayaknya pelancong, ia mulai membuat api dan memasak air. Pada masa itu dan di daerah itu, hal itu bukan merupakan sesuatu yang biasa, maka datanglah dua orang penduduk dari desa yang suka bertengkar tadi dan bertanya apa yang sedang dilakukan si pendatang.

 Si pendatang menjawab, bahwa ia sedang memasak makanan enak, lalu mulai mencicipi dan berkata, “enak.”

 Kedua penduduk tersebut heran, karena yang dilihat mereka hanya air yang dimasak, tanpa makanan apa-apa di dalamnya. Mereka penasaran, dan bertanya apakah boleh ikut mencicipi. Si pendatang tidak serta merta memberikan, harus ditambah beberapa rempah agar lebih enak. Maka penduduk desa tersebut berinisiatif pulang mengambil beberapa rempah ke rumah masing-masing, mengajak beberapa orang, dan kembali dengan masing-masing membawa rempah-rempah.

 Kembali si pendatang mencicipi masakan tersebut dan kembali berujar,”enak” namun ketika beberapa penduduk ingin mencoba, kembali si pendatang mengatakan, bahwa masih dibutuhkan sayur mayur agar masakan menjadi lebih sedap. Maka penduduk yang sudah bertambah tersebut masing-masing pulang dan datang kembali  – dengan jumlah orang yang bertambah – membawa beberapa sayuran. Demikian terjadi beberapa kali sampai akhirnya ada beberapa kuali masakan dengan penduduk yang bertambah, sampai akhirnya di pendatang mengatakan bahwa masakan sudah siap dan semua yang ada boleh mencicipi.

 Semua penduduk mencicipi dan berbagi satu sama lain. Desa yang kesehariannya penuh dengan pertengkaran dipersatukan dalam kerukunan dan kehangatan, sampai pada suatu saat seseorang ingat akan pendatang yang berhasil mengumpulkan penduduk tersebut. Pendatang sudah menghilang.

 Siapa pendatang itu?

 Pendatang itu adalah Yesus-Yesus kecil, demikian frater menjelaskan. Yesus kecil – orang baik di sekitar kita yang melakukan hal kecil namun mampu menggembirakan banyak orang.

 Indonesia terkenal sebagai bangsa yang bersandar pada pancasila. Sila pertama – keTuhanan yang maha Esa yang perumusannya berangkat dari banyaknya kepercayaan sejak jaman dahulu di negeri kita ini. Seharusnya, orang Indonesia adalah orang yang baik-baik karena memiliki kepercayaan kepada Tuhan, namun pada kenyataannya keadilan sangat jauh dirasakan. Masih banyak korupsi, penganiayaan, tidak adanya rasa aman dan sebagainya.

 Kita diingatkan kembali akan perutusan kita sebagai umat Kristiani, bahwa jika Allah sudah terlebih dahulu mengasihi manusia, maka kita juga harus mengasihi sesama. Natal seharusnya menghasilkan semakin banyak Yesus-Yesus kecil, yang senantiasa tergerak untuk mengasihi dan berbuat banyak bagi sesama. Cinta kasih supaya menjadi landasan / dasar yang nampak dalam kehidupan kita, dengan suatu tindakan kongkrit. Tidak harus besar. Untuk anak-anak, misal patuh kepada orang tua, dan untuk orang tua agar mulai mengurangi emosi / kemarahan kepada pasangan, tetangga dan anak. Hal-hal demikian merupakan salah satu perwujudan dan sebagai salah satu usaha untuk melahirkan Yesus-Yesus kecil!

 Maka, semoga kita memiliki semangat semakin berserah dan ingat untuk mencintai sesama. Demikian frater Eko mengakhiri homilinya.

 Misa yang dimulai pukul 17.30 tersebut, disertai koor berakhir pukul 19.00.

@Tim Warta Paroki 2013

Foto lain tentang Misa ini dapat dilihat di Facebook Paroki St Paulus

Tinggalkan komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.